Jika Anda selalu berkata jujur, Anda tidak harus mengingat apa pun.
-Anonim
Saya paling tidak suka membohongi orang dan saya paling tidak suka dibohongi! Begitu prinsip hidup seorang teman. Sebuah prinsip yang nampaknya begitu sederhana namun terkadang menjadi begitu sulit untuk dilakukan.
Lain lagi kisah seorang ayah yang selalu berusaha jujur dalam hidupnya, terutama kepada anak-anaknya yang masih kecil. Jangan pernah sekali pun berjanji kepada anak namun tidak menepatinya. Seringkali sebagai orang tua, kita mengumbar janji agar anak tidak merengek. Ini kebiasaan yang tidak baik. Anak-anak tidak akan selalu ingat apa yang kita katakan namun mereka hampir tidak pernah gagal meniru kita, ungkapnya.
Kejujuran bisa jadi telah menjadi barang yang teramat langka di negeri ini. Lihat saja perilaku korup dan manipulatif yang ada di mana-mana. Seorang teman bahkan pernah mencibir, Orang besar makan orang besar. Orang kecil makan orang kecil. Pernyataan itu dilontarkan manakala kami menyaksikan bagaimana preman jalan memalaki para sopir angkutan kota.
Tentu, sekadar memaki-maki dan memprotes tidak akan membuahkan hasil. Adalah lebih baik kita melakukan introspeksi ke dalam dan menilai diri kita sendiri secara jujur, sejauh mana kita telah bersikap jujur dalam hidup ini. Bukankah lebih baik kita mengubah diri kita daripada berharap orang lain berubah?
Seorang teman lain pernah melontarkan sebuah pernyataan yang provokatif, Dunia ini sudah edan, kalau tidak ikut-ikutan edan mau makan apa? Saya lantas teringat nasihat (alm) Romo Y.B. Mangunwijaya, Jika orang lain berbuat salah, kamu tidak harus ikut-ikutan berbuat salah. Saya pun terkenang akan sebuah lagu berjudul Dunia Boleh Tertawa yang populer di awal tahun 1990-an. Dunia boleh tertawa, karena kita bahagia. Kita yang tak ingin menipu diri sendiri, begitu kutipan syair lagu yang dipopulerkan oleh Indra Lesmana dan Titi DJ.
Mengapa Harus Jujur
Timbul sebuah pertanyaan menarik, mengapa kita harus jujur di tengah-tengah dunia yang sering kali tampak seperti tidak memberi ruang yang cukup lebar bagi kejujuran untuk tumbuh dan berkembang? Bagi saya pribadi, ada beberapa alasan prinsipil mengenai pentingnya kejujuran, selain hal itu merupakan nilai moral spiritual yang wajib saya lakukan sebagai orang beriman.
Ketika kita jujur, kita menjadi diri kita sendiri. Ya, menjadi pribadi yang utuh. Apa adanya, bukan ada apanya. Kita tidak perlu memasang topeng secara bergantian.
Ketika kita jujur, kita menjadi orang yang bisa dipercaya. Inilah yang akan membentuk nama baik atau reputasi. Nama baik akan menjadi modal yang sangat berharga bagi perjalanan dan keberhasilan hidup.
Ketika kita jujur, kita bisa menjadi teladan bagi orang-orang di sekitar kita, terutama keluarga kita. Ini merupakan sebuah warisan yang jauh lebih berharga daripada uang atau materi.
Ketika kita jujur, kita menjadi sahabat terbaik bagi diri kita sendiri. Sebab seringkali ketidakjujuran membuat kita sulit berdamai dengan diri kita sendiri. Siapa yang bisa mengbohongi hati nuraninya sendiri?
Barangkali agak klise namun saya ingin mengutip pendapat para ahli dan peneliti tentang peranan kejujuran bagi keberhasilan hidup, termasuk karir seseorang. Berdasarkan riset Thomas J. Stanley, Ph.D kepada 1.001 responden (733 di antaranya adalah milyuner dengan kekayaan di atas USD 1 juta), yang dituangkan dalam bukunya The Millionaire Mind, terungkap bahwa bersifat jujur kepada semua orang dan memiliki hasrat untuk menjadi figur yang dihormati adalah faktor penting yang menunjang kesuksesan.
Penelitian Rick & Kathy Hicks kepada 100.000 anak (berusia 8 – 14 tahun) membuktikan bahwa salah satu hal yang sangat didambakan anak dari orang tuanya adalah kejujuran. James P. Kouzes dan Barry Posner melaporkan dalam buku The Leadership Challenge bahwa para pengikut mengharapkan empat hal dari pemimpin mereka: kejujuran, kompetensi, visi dan inspirasi. Ingatlah selalu bahwa para pengikut tidak mengharapkan seorang pemimpin yang sempurna dalam segala hal namun mereka mengharapkan pemimpin yang jujur.
Guru marketing Hermawan Kartajaya dalam buku Grow With Character juga mengatakan, Tanpa karakter, sehebat-hebatnya inovasi produk dan kepuasan pelanggan tidak akan bisa membuat sebuah perusahaan atau institusi berkelanjutan. Lebih lanjut Hermawan menjelaskan bahwa karakter akan terbangun dengan baik jika ditunjang dengan tiga komponen: excellence (keunggulan), professionalism (profesionalisme) dan ethics (etika).
Bagi Hermawan, etika adalah prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku seseorang serta mengarahkannya dalam mengambil keputusan. Etika menjadikan seseorang mampu membedakan antara mana yang benar dan mana yang salah. Dengan etika, seseorang akan menjadi insan yang memiliki keluhuran budi pekerti. Di dalam etika ini terkandung unsur kejujuran, kehormatan, tanggung jawab, keadilan, kepedulian dan citizenship (berperan aktif dalam mengembangkan komunitas sekitar).
Menjadi Jujur
Menjadi pribadi yang tidak jujur tentu berisiko namun terkadang menjadi pribadi yang jujur justru mengandung risiko yang jauh lebih besar. Mulai dari dianggap sok idealis, tidak disukai, ditolak dalam lingkungan pergaulan dan lingkungan pekerjaan hingga disingkirkan, baik secara halus atau secara kasar. Namun dalam jangka panjang bersikap jujur tentu lebih baik daripada tidak jujur.
Menjadi pribadi yang jujur tidak hanya berarti berani berbicara apa adanya (terus terang), tanpa kebohongan atau bersikap manipulatif. Menjadi pribadi yang jujur juga berarti …
- Menepati janji yang telah dibuat.
- Melaksanakan komitmen hingga tuntas.
- Setia dalam hal-hal kecil yang dipercayakan kepada kita.
- Mengatakan apa yang dilakukan dan melakukan apa yang dikatakan.
- Berani mengakui kelemahan dan kesalahan serta meminta maaf.
Selamat berjuang menjadi pribadi yang jujur!
Mengapresiasi Sir Paulus Winarto – Motivation Teacher & leadership Trainer
Sumber : http://nubogalalakon.wordpress.com/2011/05/10/jujur/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar