Terima kasih Atas kunjungannya

Sabtu, 08 Oktober 2011

Puisi-puisi WS Rendra.



Kangen



Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku
menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
kau tak akan mengerti segala lukaku
kerna luka telah sembunyikan pisaunya.
Membayangkan wajahmu adalah siksa.
Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan.

Engkau telah menjadi racun bagi darahku.
Apabila aku dalam kangen dan sepi
itulah berarti
aku tungku tanpa api.



Kenangan dan kesepian



Rumah tua
dan pagar batu.
Langit di desa
sawah dan bambu.

Berkenalan dengan sepi
pada kejemuan disandarkan dirinya.
Jalanan berdebu tak berhati
lewat nasib menatapnya.

Cinta yang datang
burung tak tergenggam.
Batang baja waktu lengang
dari belakang menikam.

Rumah tua
dan pagar batu.
Kenangan lama
dan sepi yang syahdu


--------------
(diambil dari buku: EMPAT KUMPULAN SAJAK, karya RENDRA, penerbit Pustaka Jaya, cetakan kedelapan, tahun 2003).



Renungan Indah



Seringkali aku berkata
Ketika semua orang memuji milik-ku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan

Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya

Tetapi mengapa aku tak pernah bertanya
Mengapa Dia menitipkan padaku???
Untuk apa Dia menitipkan padaku???
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku

Aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan
kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah semua derita adalah hukum bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika
Aku rajin beribadah, maka selayaknya lah derita menjauh dariku, dan nikmat kerap menghampiriku
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas perlakuan baikku,
Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku

Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah
Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja.


Puisi terakhir Rendra yang dituliskannya di atas ranjang Rumah Sakit.





Sumber :
http://puisi-puisi-indonesia.blogspot.com/2009/01/puisi-puisi-ws-rendra_26.html
http://cahpct.wordpress.com/2010/04/06/renungan-indah-w-s-rendra/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar