Terima kasih Atas kunjungannya

Senin, 05 September 2011

Bertemu dengan Tuhan.




Lagi, Dia menyadarkan.
Ketika kenikmatan dunia menghanyutkanku
tanpa ada jaminan kebahagiaan sejati.
Yang bisa memberikan kebahagiaan di kehidupan selanjutnya.

Kembali, Dia memperingatkan.
Akan kewajiban menopang sebagian penderitaan
mereka yang awam akan rasa bahagia.
Yang sulit tersenyum karena tak ada alasan untuk melakukannya.

Berulang kali, Dia memperlihatkan.
Air mata dari mata yang ingin melihat dirinya berpakaian layak.
Peluh dari tubuh yang ingin merebahkan diri di kasur yang empuk.
Gambaran kesedihan dari wajah yang tak pernah terbasuh air jernih.

Mereka sudah memiliki banyak kerut keriput di sekujur tubuh.
Mereka sudah hidup dalam usia senja dan lemah.
Mereka sudah mengantungi banyak asam, manis, pahit pengalaman hidup.
Mereka sudah ditinggalkan oleh kasih sayang sejati dan hidup karena dikasihani.

Mereka sudah diabaikan oleh insan yang satu darah dengan mereka.
Mereka sudah tinggal menunggu kapan Tuhan ingin bertemu.

Akan tetapi...

Mereka masih berjuang untuk hidup tak biarkan keriput mengerutkan semangatnya.
Mereka masih mencoba menguatkan diri.
Mereka masih mau menerima asam, manis, dan pahitnya hidup.
Mereka masih bertahan antara rasa syukur dan hati menangis karena hidup dikasihani.
Mereka masih berharap bertemu dengan sanak saudara tanpa mendendam.

Mereka masih menerjang hidup agar tidak hanya diam dalam keterbatasan ketika menanti pertemuan dengan Tuhan.




.: Tua tapi tak Renta :.




Beberapa hari yang lampau saya harus bertemu dengan seorang pejabat tinggi di salah satu hotel bintang lima di pusat kota Amsterdam, maka dari itu saya harus melewati daerah kumuh tempat para gelandangan dan pecandu disitu.

Tiba-tiba saya mendengar panggilan Selamat pagi Tuan!,
saya menoleh kebelakang dan saya melihat seorang pengemis tua dengan wajah yang kotor, dekil dan bau alkohol rupanya ia sudah ber-minggu2 tidak mandi.
Pakaiannya pun bau dan kotornya sudah tak terlukiskan lagi.
Pengemis ini sedang memegang cangkir besar yang berisikan kopi panas.

Dalam hati saya jangankan minum dari cangkirnya
dekat dengan diapun rasanya sudah muak dan jijik,
apalagi kalau melihat kumis dan jangutnya yang masih penuh dengan sisa-sisa makanan dari kemarin.
Disamping itu kalau saya minum dari cangkir bekas dia,
jangan-jangan nanti saya akan ketularan penyakit AIDS?

Logika dan otak saya melarang saya untuk menerima tawaran tsb,
tetapi hati nurani saya menganjurkannya:
Percuma setiap hari sembahyang, kalau masih mempunyai pikiran dan praduga buruk terhadap orang lain!

Akhirnya saya datang ke pak tua itu dan minum seteguk kopinya,
tetapi logika dan pikiran saya berjalan terus.
Apa sih maksud pak tua ini, menawarkan kopinya kepada saya,
jangan-jangan ia mau minta duit!


Tetapi saya sudah siap dan ikhlas untuk memberikan uang kepadanya sebagai imbalan dari kopi tsb.
Walaupun demikian saya ingin menanyakannya terlebih dahulu:
-Kenapa Bapak menawarkan kopi kepada saya?
-Saya ingin Anda bisa turut menikmatinya, bagaimana enaknya kopi di pagi hari apalagi pada saat dingin seperti sekarang ini.

Ketika saya mendengar jawaban tsb saya merasa malu dengan praduga saya terhadap dia.
kenyataannya harus belajar dari seorang pemabuk
dari seorang gelandangan yang tidak berpendidikan.
Walaupun demikian logika saya masih belum mau menyerah,
saya masih tetap tidak percaya: masa sih si pak tua ini tidak ada maunya,
masa sih si pak tua ini tidak ingin mendapatkan sesuatu imbal balik dari saya,
masa sih ia mau memberikan seuatu dengan tanpa pamrih,
apalagi pada saat ini ia lagi membutuhkannya pasti ia akan minta uang

Berdasarkan pemikiran diatas,
akhirnya saya menanyakannya sekali lagi kepada dia
Adakah sesuatu yang bisa saya bantu untuk anda?
Pengemis itu menjawab: Ada!
wah betapa senangnya saya ketika mendengar jawaban tsb,
sebab dengan demikian saya bisa membuktikan analisa saya yang jitu!
Apakah anda membutuhkan sesuatu?
Tidak! jawabnya,
saya hanya ingin dipeluk saja oleh Anda, karena saya sudah tidak mempunyai kawan maupun sanak keluarga lagi. jawab pengemis tsb.

Saya kaget mendengar jawaban yang tak diduga tsb,
pertama karena analisa dan praduga saya tidak benar,
tetapi lebih daripada itu,
bagaimana mungkin saya bisa memeluk seorang gelandangan yang sudah berbulan-bulan tidak mandi sehingga pakaiannya kotor dan bau sekali,
apalagi sebentar lagi saya harus bertemu dengan seorang pejabat tinggi,
jangan-jangan pakaian saya akan menjadi bau dan kotor juga.
Bahkan Jangan-jangan bisnis saya bisa gagal nanti!,
karena pejabat tinggi itu mungkin akan merasa diremehkan oleh saya,
kalau saya datang menemuinya dengan pakaian kotor dan bau!

Tetapi entah kenapa,
tanpa saya bisa dan mau berfikir lebih lanjut,
saya langsung memeluk pak tua pengemis tsb dengan erat,
seperti saya memeluk putera saya sendiri.
Tanpa saya sadari kejadian tsb disaksikan oleh banyak orang disekitarnya,
yang merasa aneh dan janggal melihat seorang yang berpakaian lengkap dengan dasi dan jas mau memeluk seorang pengemis tua, yang kotor dan bau,
seperti pada saat pertemuan dari dua orang kawan akrab yang telah bertahun-tahun tidak saling berjumpa.

Pada saat saya sedang memeluk pak tua tsb,
Saya merasa seakan-akan saya telah bertemu dan memeluk Tuhan Yesus pada saat tsb.

Saya telah diundang minum kopi oleh seorang pengemis,
tetapi kebalikannya apakah saya bisa dan saya mau mengundang seorang pengemis untuk minum dan makan bersama dengan saya dan keluarga saya?
Kita lebih mudah dan lebih ikhlas memberikan uang kepada seorang pengemis daripada mengundang dia untuk turut makan atau minum bersama dengan kita.
Apakah Anda pernah mengundang seorang pengemis untuk makan atau minum dirumah Anda?

Berdasarkan pengalaman tsb saya baru sadar bahwa kalau kita mau mencari Tuhan carilah dengan Kasih, jangan dengan pikiran logika, karena kekuatan dan kuasa kasih ada jauh lebih besar dan lebih kuat dari segala macam logika yang ada di dunia ini.

Kalau orang minta bantuan kepada kita gantilah pikiran logika dengan perasaan kasih, karena Tuhan juga mengasihi kita tanpa menggunakan logika.

Bunuhlah perasaan praduga yang ada di dalam diri kita dan hapuslah perkataan “Jangan-jangan” yang ada di dalam kamus kehidupan kita!
Ibu saya tidak bisa menulis dan membaca.
Ia membesarkan kami anak-anaknya hanya dengan penuh rasa kasih sayang tanpa segala macam theori physiologi pendidikan,
tetapi saya masih bisa merasakan hasilnya sampai dengan detik ini, walaupun setengah abad telah lewat.
Logika bisa mengotori dan meracuni perasaan kasih.

Logika adalah tembok pemisah antara Sang Pencipta dengan manusia!





Sumber :
http://ativonaloibef.blogspot.com/2010/07/inspiring-spirit.html
http://krenungan.org/wordpress/2006/06/19/bertemu-dengan-tuhan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar