Terima kasih Atas kunjungannya

Sabtu, 21 Mei 2011

Filosofi sederhana.

Phoenix

Phoenix

Dikatakan dalam mitos, selain memiliki bulu berwarna merah dan keemasan, phoenix disebut burung api karena ia bisa mengeluarkan api dari dalam dirinya untuk mengkremasikan dirinya sendiri ketika menjelang kematiannya. Tapi teman, ada deskripsi lain yang mengatakan bahwa ia benar-benar memiliki tubuh yang terbuat dari api. Tubuh phoenix yang indah ini, dikatakan dapat beregenerasi (pulih kembali) ketika ia terluka.

Juga dalam mitos dikatakan bahwa seekor phoenix memiliki usia panjang sekitar 500 tahun bahkan ada yang mengatakan selama 1461 tahun. Ketika menjelang kematiannya ia akan membuat sarang dari ranting-ranting pohon kayu manis, dan ia bersama dengan sarangnya akan terbakar sampai menjadi abu. Tapi dari sisa-sisa abu inilah muncul kehidupan baru dari seekor anak phoenix.
dari mitos inilah, phoenix sering dijadikan simbol dari kebangkitan, keabadian, dan kelahiran kembali (rebirth). Lalu, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari phoenix yang menyimbolkan kebangkitan, keabadian, dan kelahiran kembali (rebirth)?

Ketika kita menghadapi kemalangan, keterpurukan, kita butuh bangkit kembali untuk melanjutkan kehidupan kita. Jika tidak, kita akan semakin memperparah kondisi kehidupan kita. Kita akan terus menderita. Inilah nilai dari suatu kebangkitan yang disimbolkan oleh phoenix.



Bunga Teratai

Teratai

“Jadilah seperti teratai yang tumbuh dalam lumpur, tapi tetap suci dan indah, tegak berdiri, walau mendapat banyak rintangan.”



Bambu

Bambu

Rumpun Bambu terus membangun pondasi akar pondasi agar kokoh, terus membangun ruas demi ruas yang ulet hingga menjulang sangat tinggi, mengikuti terpaan angin hingga tinggi tanpa melawan, namun tetap kembali ke tempat semula, kokoh, berprinsip dan lembut.”

1. Sadar atau tidak,patok-patok bambu telah mengajarkan pada kita untuk membangun pondasi hidup yang kuat terlebih dahulu, baru kita tumbuh sesuka hati kita dan tanpa disuruhpun orang lain akan melihatnya, tak perlu menyombongkan diri.

2. Bambu mengajarkan untuk membangun pondasi hidup yang cukup kuat..sehingga kita dapat melesat secepat yang kita inginkan.

3. Dimanapun bambu berada, sesulit apapun keadaan, tak ada kata menyerah untuk terus tumbuh, tak ada alasan untuk berlama-lama terpendam dalam keterbatasan, karena bagaimanapun pertumbuhan demi pertumbuhan harus diawali dari kemampuan untuk mempertahankan diri dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.

4. Daun bambu menunjukkan kesetiaan kodratnya, tetap lurus dari awal hingga akhirnya harus lepas dari batang tempat dia bertaut untuk mendapatkan asupan makanan dari akar pergerakan daun bambu adalah simbol tuntutan hidup yang senantiasa harus fleksibel, lentur dan mengikuti arus tanpa harus roboh tercabut dari pondasi yang menjadi pijakannya

5. Dimanapun bambu berada, dimana bumi dipijak, senantiasa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi lingkungan sekitarnya.



Bunga Melati

Setangkai Melati

Bunga melati mengajarkan bahwasanya kita janganlah bersikap sombong dan angkuh. Kita tidak usah mengatakan bagaimana wanginya diri kita. Karena orang akan mengetahui itu dengan sendirinya.

Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Ia tak memiliki warna dibalik warna putihnya. Ia juga tak pernah menyimpan warna lain untuk berbagai keadaannya, apapun kondisinya, panas, hujan, terik ataupun badai yang datang ia tetap putih. Kemanapun dan dimanapun ditemukan, melati selalu putih. Putih, bersih, indah berseri di taman yang asri.

Pada debu ia tak marah, meski jutaan butir menghinggapinya. Pada angin ia menyapa, berharap sepoinya membawa serta debu-debu itu agar ianya tetap putih berseri. Karenanya, melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpa. Kekanan ia ikut, ke kiri iapun ikut. Namun ia tetap teguh pada pendiriannya, karena kemanapun ia mengikuti arah angin, ia akan segera kembali pada tangkainya.

Pada hujan ia menangis, agar tak terlihat matanya meneteskan air diantara ribuan air yang menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya bersedih, karena saat hujan berhenti menyirami, bersamaan itu pula air dari sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes. Sesungguhnya, ia senantiasa berharap hujan kan selalu datang, karena hanya hujan yang mau memahami setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya, untuk mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran. Karena juga, hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan asanya. Tetapi, pada hujan juga ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang sejuk.

Pada tangkai ia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya, menserikan alam. Agar kelak, apapun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta dan kasih Sang Pencipta. Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan? Adakah kasih sayang tanpa cobaan?

Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih. Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu, kepada siapa ia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya tak lagi putih?

Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik, karena masing-masing memahami tugas dan peranannya. Tak pernah melati iri menjadi mawar, dahlia, anggrek atau lili, begitu juga sebaliknya. Tak terpikir melati berkeinginan menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu semua fungsinya sebagai putih.

Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan sinarnya yang menghangatkan. Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yang telah beku oleh pekatnya malam. Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya yang memecah kebekuan, seolah membuat melati merekah dan segar di setiap pagi. Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan yang penuh gairah, pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga menunggu mentari esok kembali bertandang.

Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap jiwa yang bersamanya. Indah menghiasharumi semua taman yang disinggahinya, melati tak pernah terlupakan untuk disertakan. Atas nama cinta dan keridhoan Pemiliknya, ia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih. Yang tetap berseri disemua suasana alam.

Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar tak segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya, yang mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di putihnya.

Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing dan dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk melakoni setiap perannya. Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya, tidak membiarkan apapun merubah warnanya hingga masanya mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan tanggung jawabnya. Jika pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati, seputih melati. Dan orang memandangnya juga seperti melati.



Kupu-Kupu

Kupu-kupu

Ulat yang berbulu, kita anggap diri kita yang sedang terbentur masalah. Kepompong adalah tempat atau waktu bagi kita untuk merenungi apa saja untuk bisa kembali bangkit menghadapi kehidupan ini. Kupu-kupu adalah diri kita yang sudah mengalami transformasi pikiran dan jiwa untuk menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Warna-warna yang indah adalah representasi dari permasalahan yang sudah pernah kita alami di dalam kehidupan ini untuk diceritakan kembali pada anak cucu kita kelak.

Kepompong yang menghimpit tubuh si kupu, dan perjuangan yang harus dihadapi oleh si kupu untuk dapat keluar dari kepompong, adalah cara untuk memaksa cairan dari tubuhnya, untuk mengalir ke kedua sayapnya, sehingga pada saat ia keluar dari kepompong itu, iapun akan dapat terbang.

Perjuangan memang kita butuhkan dalam hidup ini. Menjalani hidup yang datar, tanpa rintangan, akan membuat hidup kita ‘cacat’ (seperti kupu-kupu tadi). Kita tidak akan menjadi sekuat yang seharusnya, dan kita-pun tidak akan pernah mampu untuk terbang tinggi.



Bunga Sakura

Sakura

Bunga Sakura bermakna janji. Laiknya bunga-bunga lain yang memiliki makna masing-masing.
Berikut adalah kutipan tentang bunga sakura;
“Bunga sakura, saat mekar tanpa pamrih, tanpa beban apa pun, dengan ketulusan dalam memberikan kepuasan dan kekaguman pada tiap orang untuk menikmatinya. Gugurnya bunga sakura akan sangat disayangkan banyak orang.
Hidup Sakura itu bak cermin keberhasilan seseorang. Begitu kita mati, orang merasa kehilangan.”
Sakura adalah janji, yang walau usianya terlalu singkat, tapi ia berjanji akan kembali mekar di musim semi selanjutnya. Ia akan kembali membagi keindahannya, ia akan kembali membagi keceriaan bagi siapa saja yang memandangnya.
Sakura berjanji akan datang lagi.



Bunga Suzuran

Suzuran

Bunga suzuran sungguh indah. Tapi, siapakah yang menyangka bahwa bunga suzuran bermakna ” Airmata Maria “. Kesedihan untuk melepas sesuatu yang kita sangat sayangi. Sungguh menyakitkan. Demi kebahagiaan orang lain, kita harus berkorban apapun.



Sumber :
http://whitelavender.blog.friendster.com/2009/05/filosofi-sederhana/
http://chornie.wordpress.com/2009/07/17/seputih-melati/
http://bukufanda.blogspot.com/2009/01/filosofi-kupu-kepompong-mengapa.html
http://maulanusantara.wordpress.com/2010/01/31/filosofi-sederhana/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar